Di
hari-hari ini, sesekali pergilah ke mall atau supermarket besar yang
ada di kota Anda. Lihatlah interior mall atau supermarket tersebut. Anda
pasti menjumpai interiornya dipenuhi pernak-pernik apakah itu berbentuk
pita, bantal berbentuk hati, boneka beruang, atau rangkaian bunga yang
didominasi dua warna: pink dan biru muda.
Dan Anda pasti
mafhum, sebentar lagi kebanyakan anak-anak muda seluruh dunia akan
merayakan Hari Kasih Sayang atau yang lebih tenar distilahkan dengan
Valentine Day.
Momentum ini sangat disukai anak-anak
remaja, terutama remaja perkotaan. Karena di hari itu, 14 Februari,
mereka terbiasa merayakannya bersama orang-orang yang dicintai atau
disayanginya, terutama kekasih. Valentine Day memang berasal dari
tradisi Kristen Barat, namun sekarang momentum ini dirayakan di hampir
semua negara, tak terkecuali negeri-negeri Islam besar seperti
Indonesia.
Sayangnya, tidak semua anak-anak remaja
memahami dengan baik esensi dari Valentine Day. Mereka menganggap
perayaan ini sama saja dengan perayaan-perayaan lain seperti Hari Ibu,
Hari Pahlawan, dan sebagainya. Padahal kenyataannya sama sekali
berbeda.
Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan semacamnya sedikit
pun tidak mengandung muatan religius. Sedangkan Valentine Day sarat
dengan muatan religius, bahkan bagi orang Islam yang ikut-ikutan
merayakannya, hukumnya bisa musyrik, karena merayakan Valentine Day
tidak bisa tidak berarti juga ikut mengakui Yesus sebagai Tuhan.
Naudzubilahi min Dzalik. Mengapa demikian?
SEJARAH VALENTINE DAY
Sesungguhnya,
belum ada kesepakatan final di antara para sejarawan tentang apa yang
sebenarnya terjadi yang kemudian diperingati sebagai hari Valentine.
Dalam buku ‘Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen:
So What?” (Rizki Ridyasmara, Pusaka Alkautsar, 2005), sejarah Valentine
Day dikupas secara detil. Inilah salinannya:
Ada banyak
versi tentang asal dari perayaan Hari Valentine ini. Yang paling populer
memang kisah dari Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar
Claudius II yang kemudian menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M.
Namun ini pun ada beberapa versi. Yang jelas dan tidak memiliki silang
pendapat adalah kalau kita menelisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi
paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda,
mitos, dan penyembahan berhala.
Menurut pandangan tradisi
Roma Kuno, pertengahan bulan Februari memang sudah dikenal sebagai
periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode
antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari disebut sebagai
bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan
Hera.
Di Roma kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari
raya Lupercalia, yang merujuk kepada nama salah satu dewa bernama
Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki
yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing.
Di
zaman Roma Kuno, para pendeta tiap tanggal 15 Februari akan melakukan
ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan mempersembahkan korban
berupa kambing kepada sang dewa.
Setelah itu mereka minum anggur
dan akan lari-lari di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa
potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka
jumpai. Para perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing
itu karena mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan
bisa mendatangkan kesuburan bagi mereka. Sesuatu yang sangat dibanggakan
di Roma kala itu.
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian
upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal
13-18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua
hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen
of Feverish Love) bernama Juno Februata.
Pada hari ini,
para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah
kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis
yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh
untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang
memilihnya.
Keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil
untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala.
Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit
binatang. Para perempuann itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan
karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan
bertambah cantik dan subur.
Ketika agama Kristen Katolik
masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan
mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti
nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara
pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I.
Agar
lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I
menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan
nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang
kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Tentang
siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, seperti telah disinggung
di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat ini sekurangnya ada
tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Seorang di
antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini
pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya “St.
Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui
ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut
versi pertama, Kaisar Claudius II yang memerintahkan Kerajaan Roma
berang dan memerintahkan agar menangkap dan memenjarakan Santo Valentine
karena ia dengan berani menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih,
sembari menolak menyembah tuhan-tuhannya orang Romawi. Orang-orang yang
bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di
terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan, Kaisar
Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di
dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar
lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan
kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia
secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan
ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo
Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.
TRADISI KIRIM KARTU
Selain
itu, tradisi mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan
langsung dengan Santo Valentine. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of
Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja
mengenang St. Valentine tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada
isterinya di Perancis.
Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya.
Lantas,
bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” yang sampai sekarang masih
saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh
pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine”
berasal dari bahasa Latin yang mempunyai persamaan dengan arti: “Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini sebenarnya
pada zaman Romawi Kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang
Romawi.
Disadari
atau tidak, demikian Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau
pasangannya menjadi “To be my Valentine?”, maka dengan hal itu
sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan suatu perbuatan yang
dimurkai Tuhan, istilah Sweiger, karena meminta seseorang menjadi “Sang
Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali
budaya pemujaan kepada berhala.
Adapun Cupid (berarti:
the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang
bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari.
Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak
perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiri pun tertarik
sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!
Silang
sengketa siapa sesungguhnya Santo Valentine sendiri juga terjadi di
dalam Gereja Katolik sendiri. Menurut gereja Katolik seperti yang
ditulis dalam The Catholic Encyclopedia (1908), nama Santo Valentinus
paling tidak merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang
berbeda, yakni: seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern
Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara
ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas.
Bahkan
Paus Gelasius II, pada tahun 496 menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada
yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini, walau demikian
Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari
raya peringatan Santo Valentinus.
Ada yang mengatakan,
Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya
Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Sisa-sisa
kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via Tibertinus
dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Jenazah
itu kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke Gereja
Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini
telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.
Banyak
wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di
mana peti emas diarak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah
altar tinggi di dalam gereja. Pada hari itu, sebuah misa khusus
diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang
menjalin hubungan cinta. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi
pada tahun 1969 dengan alasan sebagai bagian dari sebuah usaha gereja
yang lebih luas untuk menghapus santo dan santa yang asal-muasalnya
tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya berdasarkan mitos atau
legenda. Namun walau demikian, misa ini sampai sekarang masih dirayakan
oleh kelompok-kelompok gereja tertentu.
Jelas sudah, Hari
Valentine sesungguhnya berasal dari mitos dan legenda zaman Romawi Kuno
di mana masih berlaku kepercayaan paganisme (penyembahan berhala).
Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya Santo
Valentine yang dianggap menjadi martir pada tanggal 14 Februari. Walau
demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi Gereja Whitefriar
Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi
pada tahun 1969. Beberapa kelompok gereja Katolik masih menyelenggarakan
peringatan ini tiap tahunnya.
KEPENTINGAN BISNIS
Kalau
pun Hari Valentine masih dihidup-hidupkan hingga sekarang, bahkan ada
kesan kian meriah, itu tidak lain dari upaya para pengusaha yang
bergerak di bidang pencetakan kartu ucapan, pengusaha hotel, pengusaha
bunga, pengusaha penyelenggara acara, dan sejumlah pengusaha lain yang
telah meraup keuntungan sangat besar dari event itu.
Mereka
sengaja, lewat kekuatan promosi dan marketingnya, meniup-niupkan Hari
Valentine Day sebagai hari khusus yang sangat spesial bagi orang yang
dikasihi, agar dagangan mereka laku dan mereka mendapat laba yang amat
sangat besar. Inilah apa yang sering disebut oleh para sosiolog sebagai
industrialisasi agama, di mana perayaan agama oleh kapitalis dibelokkan
menjadi perayaan bisnis.
PESTA KEMAKSIATAN
Christendom
adalah sebutan lain untuk tanah-tanah atau negeri-negeri Kristen di
Barat. Awalnya hanya merujuk pada daratan Kristen Eropa seperti Inggris,
Perancis, Belanda, Jerman, dan sebagainya, namun dewasa ini juga
merambah ke daratan Amerika.
Orang biasanya mengira
perayaan Hari Valentine berasal dari Amerika. Namun sejarah menyatakan
bahwa perayaan Hari Valentine sesungguhnya berasal dari Inggris. Di abad
ke-19, Kerajaan Inggris masih menjajah wilayah Amerika Utara.
Kebudayaan Kerajaan inggris ini kemudian diimpor oleh daerah koloninya
di Amerika Utara.
Di Amerika, kartu Valentine pertama yang
diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A.
Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki
sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland
mendapat ilham untuk memproduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu
Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh
pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.
Sejak
tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS)
tiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting
Card Visionary" kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.
Sejak
Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi
kartu dibuat secara massal di selutuh dunia. The Greeting Card
Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar
kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya terbesar
kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy New
Year), di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama juga
memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari
semua kartu valentine.
Mulai pada paruh kedua abad
ke-20, tradisi bertukaran kartu di Amerika mengalami diversifikasi.
Kartu ucapan yang tadinya memegang titik sentral, sekarang hanya sebagai
pengiring dari hadiah yang lebih besar. Hal ini sering dilakukan pria
kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya bisa berupa bunga mawar dan coklat.
Mulai tahun 1980-an, industri berlian mulai mempromosikan hari Valentine
sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan kepada perempuan
pilihan.
Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat,
sebuah kencan pada hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan
dari suatu hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana
lebih bersifat ‘dating’ yang sering di akhiri dengan tidur bareng
(perzinaan) ketimbang pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke
orangtua, ke guru, dan sebagainya yang tulus dan tidak disertai kontak
fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari Valentine Day.
Perayaan
Valentine Day di negara-negara Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari
di mana pasangan-pasangan kencan boleh melakukan apa saja, sesuatu yang
lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam itu. Malah di berbagai
hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di
masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Ini
yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup
dan menjijikan.
IKUT MENGAKUI YESUS SEBAGAI TUHAN
Tiap
tahun menjelang bulan Februari, banyak remaja Indonesia yang notabene
mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan
Valentine. Walau sudah banyak di antaranya yang mendengar bahwa
Valentine Day adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung
nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak terlalu dipusingkan
mereka. “Ah, aku kan ngerayaain Valentine buat fun-fun aja…, ” demikian
banyak remaja Islam bersikap. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan
seperti itu?
Perayaan Hari Valentine memuat sejumlah
pengakuan atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui
“Yesus sebagai Anak Tuhan” dan lain sebagainya. Merayakan Valentine Day
berarti pula secara langsung atau tidak, ikut mengakui kebenaran atas
dogma dan ideologi Kristiani tersebut, apa pun alasanya.
Nah,
jika ada seorang Muslim yang ikut-ikutan merayakan Hari Valentine, maka
diakuinya atau tidak, ia juga ikut-ikutan menerima pandangan yang
mengatakan bahwa “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan sebagainya yang di dalam
Islam sesungguhnya sudah termasuk dalam perbuatan musyrik, menyekutukan
Allah SWT, suatu perbuatan yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah
SWT. Naudzubillahi min dzalik!
“Barang siapa meniru suatu
kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, ” Demikian bunyi hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.
Ibnul
Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas
acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa
perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan
puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya.
Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling
tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat
atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut
lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi
selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang
kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari
buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan
kemarahan dan kemurkaan Allah. ”
Allah SWT sendiri di
dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk
meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim." Wallahu'alam bishawab.(Rz)