Minggu, 15 Februari 2015

Sejarah Sekolah SMK Al-Badar Cipulus



SMK Al-Badar terlahir tidak lepas dari peran serta Pesantren Cipulus yang dalam perjalanannya terus berusaha untuk mencetak generasi bangsa yang bisa bermanfaat untuk agama, bangsa dan negara, Pesantren Cipulus pertama kali berdiri pada tahun 1840, didirikan oleh K.H Muhammad/ Ahmad Bin Kyai Nurkoyyim yang akrab dengan panggilan Ajengan Emed. Beliau adalah santri kesayangan Syeikh Maulana Yusuf Purwakarta yakni ulama dan pahlawan besar di Jawa Barat pada awal abad ke 19, Ajengan Emed adalah santri yang rajin, memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi, sehingga Beliau dapat dengan mudah menyerap ilmu-ilmu yang diberikan oleh gurunya, baik ilmu agama maupun ilmu strategi perang dan ilmu-ilmu lainnya yang dibutuhkan dimasa itu. Ketika Belanda gencar melakukan tekanan terhadap rakyat Indonesia, Beliau bertekad mendirikan pesantren dengan tujuan menghimpun para santri untuk menyebarkan agama Islam dan membantu meraih kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta.
Dengan bekal ilmu yang Beliau miliki pada tahun 1840 didirikanlah sebuah pesantren yang sederhana di wilayah bekas ibu kota Karawang, di Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta sekarang.Pesantren tersebut di pimpin oleh Ajengan Emed hingga akhir hayatnya, setelah Beliau wafat pesantren tersebut diteruskan oleh K.H Nashir (1870-1900) K.H. M. Arief (1900-1920) Kyai Syu’eib (1920-1937) K.H. Masduki (1937-1942) dan K.H. Zaenal Abidin (1942-1957). Pada tahun 1957 pesantren ini sempat bubar karena adanya gangguan keamanan, pengacauan DI/TII sedang berkecamuk sehingga K.H Zaenal Abidin yang memimpin pesantren di masa itu menganggap perlu mengamankan diri demi menyelamatkan keberadaan pesantren dan para santrinya. Sebagian santri ada yang ikut mengungsi dengan gurunya dan ada pula yang ikut dengan saudara-saudaranya di kota lain yang dianggap aman.
Pada tahun 1963 setelah situasi aman, K.H ‘Izzuddin sepulangnya menunaikan ibadah haji berniat meneruskan perjuangan para leluhurnya dalam mengelola pondok pesantren. Beliau adalah putra dari K.H Syu’eib yang pernah memimpin pesantren tersebut pada periode 1920-1937. Dengan keinginan serta tekad yang kuat untuk menyebarkan dakwah Islam melalui pesantren, maka didirikanlah rumah yang dilengkapi dengan langgar sederhana di atas tanah wakaf seluas 0,25 hektar di kampung Cipulus Kecamatan Wanayasa. Perkembangan pesantren tersebut sangat pesat terbukti dengan jumlah santri terus meningkat, bahkan sebagian masyarakat sekitar yang ingin menuntut ilmu di rumah tersebut tidak tertampung, melihat kenyataan itu kemudian dibuatlah asrama pondokan yang sederhana, tiang dari kayu seadanya dengan dilapisi dinding dari bambu yang dikerjakan oleh para santri dan dibantu oleh masyarakat setempat. Walau demikian, asrama yang sederhana itu untuk sementara cukup menampung para santri, selang beberapa tahun mesjid diperluas menjadi 0,50 hektar. Pesantren tersebut diberi nama “sukalaksana “ dan pada tahun 1975 atas saran para tokoh serta simpatisan nama pesantren sukalaksana diganti menjadi pesantren “Al-Hikamussalafiyah“ yang berarti pesantren yang mengikuti jalan ulama salaf. Dan sesudah wafatnya K.H ‘Izzuddin pada tahun 1999, tonggak kepemimpina Pesantren dipegang penuh oleh Syaikhuna Al-mukarrom KH.Adang Badruddin (Abah Cipulus) sampai sekarang.

Visi Misi SMK Al-Badar Cipulus
Visi Sekolah
Dalam merumuskan visi, pihak-pihak yang terkait (stakeholders) melakukan musyawarah sehingga visi tersebut benar-benar mewakili aspirasi semua pihak yang terkait. Harapannya, semua pihak yang terkait dalam kegiatan pembelajaran (guru, karyawan, peserta didik dan wali murid) benar-benar menyadari visi tersebut untuk selanjutnya memegang komitmen terhadap visi yang telah disampaikan bersama. Adapun visi SMK AL BADAR adalah "disenangi, mandiri, berprestasi dan mantap dalam IMTAQ"
Misi Sekolah
Untuk mencapai visi sebagai sekolah yang disenangi, mandiri dan berprestasi serta mantap dalam IMTAQ, maka perlu dilakukan suatu misi berupa kegiatan jangka panjang dengan arah yang jelas dan sistematis. Berikut misi SMA Negeri
  1. Menyiapkan generasi yang unggul dalam bidang imtek dan iptek
  2. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama sehingga terbangun insane yang cerdas, cendekia, berbudi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia.
  3. Membentuk sumber daya manusia yang aktif, kreatif, inovatif dan berprestasi sesuai dengan perkembangan zaman
  4. Membangun citra sekolah sebagai mitra terpercaya
  5. Melaksanakan pembelajaran yang efektif
  6. Menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan belajar siswa untuk mendukung pengembangan potensi pesrta didik agar berkembang secara optimal
  7. Memberikan jaminan pelayanan yang prima dalam berbagai hal untuk mendukung proses belajar dan bekerja yang harmonis dan selaras

Asal Mula Adanya Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad saw

Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
 Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi --orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Dia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

***
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang "pengampunan" yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata "gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba' (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syqfa'at kepadanya di Hari Kiamat." Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

Kewajiban Menuntut Ilmu Agama

Dalam sebagian kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan : “Salah satu perkara yang telah diketahui secara luas oleh segenap kaum muslimin dan juga oleh para ulama secara khusus ialah bahwasanya menambah pemahaman dalam ilmu agama serta menimba ilmu syar’i merupakan salah satu kewajiban yang paling penting, bahkan ia termasuk kewajiban yang paling utama untuk bisa beribadah kepada Allah jalla wa ‘ala; dimana Allah telah ciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya serta mengutus segenap rasul dengan misi ini, dan Allah perintahkan semua hamba untuk merealisasikannya”.
Beliau juga menerangkan : “Sementara tidak ada jalan untuk mengerti ibadah ini dan tidak ada jalan menuju kesana kecuali dengan ilmu, bagaimana mungkin seorang memahami ibadah yang diperintahkan kepadanya ini kecuali dengan ilmu”.
Beliau menjelaskan: “Hakikat ilmu itu adalah yang bersumber dari Kalam Allah dan kalam Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu ini adalah apa-apa yang diucapkan oleh Allah dan apa-apa yang diucapkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Beliau juga berkata: “Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim dan juga muslimah untuk mempelajari dan menambah pemahaman ilmu agamanya, supaya dia bisa mengerti bagaimana tata-cara beribadah kepada Rabbnya, bagaimana menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepadanya, dan bagaimana bisa menjauhi apa-apa yang diharamkan Allah atas dirinya”.
Beliau melanjutkan: “oleh sebab itu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من يرد الله به خيراً يفقهه في الدين
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya maka Allah akan pahamkan dia dalam urusan/ilmu agama.” (Muttafaq ‘alaih)”
Beliau juga menekankan: “Maka menjadi kewajiban bagi segenap mukallaf/orang yang telah terkena kewajiban syari’at dari kalangan lelaki dan perempuan untuk belajar dan menambah pemahaman ilmu agamanya dari jalan al-Qur’an dan as-Sunnah dan bertanya kepada ahli ilmu/ulama dan orang-orang yang memiliki pemahaman.
Allah ta’ala berfirman,
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kalian kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui.” (QS. al-Anbiyaa’ : 7)
Demikian sebagian nasihat dan arahan beliau yang kami cuplik dari sini

Jumat, 13 Februari 2015

Merayakan Valentine Day, Haram Hukumnya bagi umat Islam

Di hari-hari ini, sesekali pergilah ke mall atau supermarket besar yang ada di kota Anda. Lihatlah interior mall atau supermarket tersebut. Anda pasti menjumpai interiornya dipenuhi pernak-pernik apakah itu berbentuk pita, bantal berbentuk hati, boneka beruang, atau rangkaian bunga yang didominasi dua warna: pink dan biru muda. 
Dan Anda pasti mafhum, sebentar lagi kebanyakan anak-anak muda seluruh dunia akan merayakan Hari Kasih Sayang atau yang lebih tenar distilahkan dengan Valentine Day. 
Momentum ini sangat disukai anak-anak remaja, terutama remaja perkotaan. Karena di hari itu, 14 Februari, mereka terbiasa merayakannya bersama orang-orang yang dicintai atau disayanginya, terutama kekasih. Valentine Day memang berasal dari tradisi Kristen Barat, namun sekarang momentum ini dirayakan di hampir semua negara, tak terkecuali negeri-negeri Islam besar seperti Indonesia. 
Sayangnya, tidak semua anak-anak remaja memahami dengan baik esensi dari Valentine Day. Mereka menganggap perayaan ini sama saja dengan perayaan-perayaan lain seperti Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan sebagainya. Padahal kenyataannya sama sekali berbeda. 
Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan semacamnya sedikit pun tidak mengandung muatan religius. Sedangkan Valentine Day sarat dengan muatan religius, bahkan bagi orang Islam yang ikut-ikutan merayakannya, hukumnya bisa musyrik, karena merayakan Valentine Day tidak bisa tidak berarti juga ikut mengakui Yesus sebagai Tuhan. Naudzubilahi min Dzalik. Mengapa demikian?
SEJARAH VALENTINE DAY
Sesungguhnya, belum ada kesepakatan final di antara para sejarawan tentang apa yang sebenarnya terjadi yang kemudian diperingati sebagai hari Valentine. Dalam buku ‘Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Hallowen: So What?” (Rizki Ridyasmara, Pusaka Alkautsar, 2005), sejarah Valentine Day dikupas secara detil. Inilah salinannya:
Ada banyak versi tentang asal dari perayaan Hari Valentine ini. Yang paling populer memang kisah dari Santo Valentinus yang diyakini hidup pada masa Kaisar Claudius II yang kemudian menemui ajal pada tanggal 14 Februari 269 M. Namun ini pun ada beberapa versi. Yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menelisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (dewa-dewi) Romawi Kuno, sesuatu yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala.
Menurut pandangan tradisi Roma Kuno, pertengahan bulan Februari memang sudah dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. 
Di Roma kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya Lupercalia, yang merujuk kepada nama salah satu dewa bernama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. 
Di zaman Roma Kuno, para pendeta tiap tanggal 15 Februari akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa. 
Setelah itu mereka minum anggur dan akan lari-lari di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing itu karena mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan bisa mendatangkan kesuburan bagi mereka. Sesuatu yang sangat dibanggakan di Roma kala itu. 
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13-18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari), dipersembahkan untuk dewi cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata. 
Pada hari ini, para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya. 
Keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuann itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur. 
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala) ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. 
Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, seperti telah disinggung di muka, para sejarawan masih berbeda pendapat. Saat ini sekurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada 14 Februari. Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan yang detil siapa sesungguhnya “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda. 
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II yang memerintahkan Kerajaan Roma berang dan memerintahkan agar menangkap dan memenjarakan Santo Valentine karena ia dengan berani menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih, sembari menolak menyembah tuhan-tuhannya orang Romawi. Orang-orang yang bersimpati pada Santo Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya. 
Versi kedua menceritakan, Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M. 
TRADISI KIRIM KARTU 
Selain itu, tradisi mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan Santo Valentine. Pada tahun 1415 M, ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentine tanggal 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis. 
Oleh Geoffrey Chaucer, penyair Inggris, peristiwa itu dikaitkannya dengan musim kawin burung-burung dalam puisinya. 
Lantas, bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” yang sampai sekarang masih saja terdapat di banyak kartu ucapan atau dinyatakan langsung oleh pasangannya masing-masing? Ken Sweiger mengatakan kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang mempunyai persamaan dengan arti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini sebenarnya pada zaman Romawi Kuno ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi.
 Disadari atau tidak, demikian Sweiger, jika seseorang meminta orang lain atau pasangannya menjadi “To be my Valentine?”, maka dengan hal itu sesungguhnya kita telah terang-terangan melakukan suatu perbuatan yang dimurkai Tuhan, istilah Sweiger, karena meminta seseorang menjadi “Sang Maha Kuasa” dan hal itu sama saja dengan upaya menghidupkan kembali budaya pemujaan kepada berhala. 
Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi atau lelaki rupawan setengah telanjang yang bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia begitu rupawan sehingga diburu banyak perempuan bahkan dikisahkan bahwa ibu kandungnya sendiri pun tertarik sehingga melakukan incest dengan anak kandungnya itu!
Silang sengketa siapa sesungguhnya Santo Valentine sendiri juga terjadi di dalam Gereja Katolik sendiri. Menurut gereja Katolik seperti yang ditulis dalam The Catholic Encyclopedia (1908), nama Santo Valentinus paling tidak merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda, yakni: seorang pastur di Roma, seorang uskup Interamna (modern Terni), dan seorang martir di provinsi Romawi Afrika. Koneksi antara ketiga martir ini dengan Hari Valentine juga tidak jelas. 
Bahkan Paus Gelasius II, pada tahun 496 menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini, walau demikian Gelasius II tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentinus. 
Ada yang mengatakan, Paus Gelasius II sengaja menetapkan hal ini untuk menandingi hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus di Via Tibertinus dekat Roma, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Jenazah itu kemudian ditaruh dalam sebuah peti emas dan dikirim ke Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada 1836.
Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine, di mana peti emas diarak dalam sebuah prosesi khusyuk dan dibawa ke sebuah altar tinggi di dalam gereja. Pada hari itu, sebuah misa khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta. Hari raya ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 dengan alasan sebagai bagian dari sebuah usaha gereja yang lebih luas untuk menghapus santo dan santa yang asal-muasalnya tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya berdasarkan mitos atau legenda. Namun walau demikian, misa ini sampai sekarang masih dirayakan oleh kelompok-kelompok gereja tertentu. 
Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari mitos dan legenda zaman Romawi Kuno di mana masih berlaku kepercayaan paganisme (penyembahan berhala). Gereja Katolik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya Santo Valentine yang dianggap menjadi martir pada tanggal 14 Februari. Walau demikian, perayaan ini pernah diperingati secara resmi Gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia dan dilarang secara resmi pada tahun 1969. Beberapa kelompok gereja Katolik masih menyelenggarakan peringatan ini tiap tahunnya.
KEPENTINGAN BISNIS 
Kalau pun Hari Valentine masih dihidup-hidupkan hingga sekarang, bahkan ada kesan kian meriah, itu tidak lain dari upaya para pengusaha yang bergerak di bidang pencetakan kartu ucapan, pengusaha hotel, pengusaha bunga, pengusaha penyelenggara acara, dan sejumlah pengusaha lain yang telah meraup keuntungan sangat besar dari event itu. 
Mereka sengaja, lewat kekuatan promosi dan marketingnya, meniup-niupkan Hari Valentine Day sebagai hari khusus yang sangat spesial bagi orang yang dikasihi, agar dagangan mereka laku dan mereka mendapat laba yang amat sangat besar. Inilah apa yang sering disebut oleh para sosiolog sebagai industrialisasi agama, di mana perayaan agama oleh kapitalis dibelokkan menjadi perayaan bisnis.
PESTA KEMAKSIATAN 
Christendom adalah sebutan lain untuk tanah-tanah atau negeri-negeri Kristen di Barat. Awalnya hanya merujuk pada daratan Kristen Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan sebagainya, namun dewasa ini juga merambah ke daratan Amerika.
Orang biasanya mengira perayaan Hari Valentine berasal dari Amerika. Namun sejarah menyatakan bahwa perayaan Hari Valentine sesungguhnya berasal dari Inggris. Di abad ke-19, Kerajaan Inggris masih menjajah wilayah Amerika Utara. Kebudayaan Kerajaan inggris ini kemudian diimpor oleh daerah koloninya di Amerika Utara.
Di Amerika, kartu Valentine pertama yang diproduksi secara massal dicetak setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828 – 1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland mendapat ilham untuk memproduksi kartu di Amerika dari sebuah kartu Valentine Inggris yang ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.
Sejak tahun 2001, The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) tiap tahun mengeluarkan penghargaan "Esther Howland Award for a Greeting Card Visionary" kepada perusahaan pencetak kartu terbaik. 
Sejak Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi kartu dibuat secara massal di selutuh dunia. The Greeting Card Association memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya terbesar kedua setelah Natal dan Tahun Baru (Merry Christmast and The Happy New Year), di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama juga memperkirakan bahwa para perempuanlah yang membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine. 
Mulai pada paruh kedua abad ke-20, tradisi bertukaran kartu di Amerika mengalami diversifikasi. Kartu ucapan yang tadinya memegang titik sentral, sekarang hanya sebagai pengiring dari hadiah yang lebih besar. Hal ini sering dilakukan pria kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya bisa berupa bunga mawar dan coklat. Mulai tahun 1980-an, industri berlian mulai mempromosikan hari Valentine sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan perhiasan kepada perempuan pilihan. 
Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, sebuah kencan pada hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan dari suatu hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana lebih bersifat ‘dating’ yang sering di akhiri dengan tidur bareng (perzinaan) ketimbang pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke orangtua, ke guru, dan sebagainya yang tulus dan tidak disertai kontak fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari Valentine Day. 
Perayaan Valentine Day di negara-negara Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari di mana pasangan-pasangan kencan boleh melakukan apa saja, sesuatu yang lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam itu. Malah di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Ini yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup dan menjijikan.
IKUT MENGAKUI YESUS SEBAGAI TUHAN 
Tiap tahun menjelang bulan Februari, banyak remaja Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau sudah banyak di antaranya yang mendengar bahwa Valentine Day adalah salah satu hari raya umat Kristiani yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal ini tidak terlalu dipusingkan mereka. “Ah, aku kan ngerayaain Valentine buat fun-fun aja…, ” demikian banyak remaja Islam bersikap. Bisakah dibenarkan sikap dan pandangan seperti itu? 
Perayaan Hari Valentine memuat sejumlah pengakuan atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan lain sebagainya. Merayakan Valentine Day berarti pula secara langsung atau tidak, ikut mengakui kebenaran atas dogma dan ideologi Kristiani tersebut, apa pun alasanya.
Nah, jika ada seorang Muslim yang ikut-ikutan merayakan Hari Valentine, maka diakuinya atau tidak, ia juga ikut-ikutan menerima pandangan yang mengatakan bahwa “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan sebagainya yang di dalam Islam sesungguhnya sudah termasuk dalam perbuatan musyrik, menyekutukan Allah SWT, suatu perbuatan yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Naudzubillahi min dzalik! 
“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut, ” Demikian bunyi hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi. 
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah. ” 
Allah SWT sendiri di dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." Wallahu'alam bishawab.(Rz)
Sumber : Eramuslim.Com


Senin, 09 Februari 2015

Sejarah, Perkembangan dan Masadepan NU



A. Latar Belakang Berdirinya NU

Sesungguhnya pendorong berdirinya NU oleh para ulama dan kaum pesantren adalah semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya kerjasama yang lebih teratur antara mereka didalam memperjuangkan izzul islam wal mukminin dalam bingkai ahlusunah waljamaah.

Dorongan kerjasama ini dipicu oleh peristiwa “Konferensi Khilafah” yang diadakan oleh permerintah Saudi Arabia, sebab setelah selesai perang dunia ke- 2 dan Kesultanan Turki diakui sebagai khilafah islamiyah jatuh karena revolusi yang dipimpina oleh Kamal Ataturk rupanya Pemerintah Saudi Arabia berambisi untuk memangku “Khilafah Turki” tersebut. Maka dirancanglah Konferensi International Khilafah Islamiyah di Mekkah dan diundanglah perwakilan – perwakilan Negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Di Indonesia sudah terbentuk sebuah Komite (panitia) untuk mengirim utusan kesana, termasuk KH. Wahab Hasbullah sebagai perwakilan Ulama serta beberapa tokoh-tokoh lain yang mewakili organisasi besar Islam Indonesia.

Namun susunan Anggota Komite berubah, KH. Wahab Hasbullah tidak jadi masuk menjadi anggota delegasi, karena tidak “mewakili organisasi” apapun, secara tidak langsung ini sebuah penghinaan terhadap Ulama Pesantren yang sesungguhnya besar pengaruhnya dan posisinya terhadap umat Islam di Indonesia.

Karena kemungkinan bergabung dengan delegasi umat Islam Indonesia sudah tertutup, maka para Ulama berusaha dengan kekuatan sendiri untuk mengirim delegasi Ulama Ahlu sunnah wal jamaah Indonesia menghadapi Pemerintah Saudi Arabia. Untuk keperluan itu maka dibentuklah “Komite Hijaz” sebuah panitia untuk memobilisasi kekuatan dan dukungan umat bagi terlaksananya kerja besar ini.
Segala kebutuhan dapat disiapkan meskipun dalam keadaan pas-pasan. Delegasinya hanya KH. Wahab Hasbullah sendiri, seorang penasehat dari Mesir yaitu Syekh Ghonaim (untuk memperbesar wibawa delegasi) sekretarisnya diambilkan dari mahasantri Indonesia yang ada di Arab Saudi, yaitu KH. Dachlan dari Nganjuk. ketika delegasi akan berangkat. Komite Hijaz inilah yang menjadi cikal bakal organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama.

Komite Hijaz. Yaitu sebuah komite yang mengemban missi penyelamatan makam Rasulullah saw dari penghancuran oleh pemerintah Saudi Arabia yang berideologi Faham Wahabi.Seperti kita tahu, bahwa ajaran Faham Wahabi sangat membenci ziarah kubur, padahal ziarah kubur ke makam Rasulullah Saw adalah Sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah sendiri. Lalu kenapa Makam Rasulullah akan dihancurkan, karena menurut pandangan mereka ziarah kubur bisa menyebabkan pelakunya menjadi musyrik. Hal ini tidak sejalan dengan klaim kaum Wahabi bahwa mereka adalah sebagai kaum penegak tauhid.
Di sinilah Komite Hijaz punya peranan sangat penting dalam sejarah NU demi tetap eksisnya makam Rasulullah saw. Apa jadinya jika makam Rasulullah Saw jadi dihancurkan, tentunya umat Islam akan kesulitan berziarah ke makam Rasulullah saw. Bahkan pada saat inipun kita harus main kucing-kucingan dengan para muthowe’ dan asykar Saudi untuk bisa sekedar berziarah di makam Rasulullah Saw. Bahkan banyak yang gagal karena takut kepada para muthowe’ dan asykar saudi, padahal umat Islam datang dari negeri yang jauh dengan membawa kerinduan kepada Habibana Nabi Muhammad Saw.
Kembali ke sejarah Komite Hijaz dari Indonesia, ketika itu Indonesia belum merdeka dari penjajahan Belanda. Dalam keadaan serba susah para Ulama Aswaja di tanah Jawa masih sempat mencermati apa yang tengah terjadi di Hijaz (sekarang saudi Arabia). Waktu itu di Hijaz sedang dalam masa-masa awal berdirinya kerajaan Saudi arabia atas dukungan Inggris.
.Komite Hijaz ini merupakan sebuah kepanitiaan kecil yang dipimpin oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Setelah berdiri, Komite Hijaz menemui Raja Ibnu Suud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan,  seperti meminta Hijaz memberikan kebebasan kepada umat Islam di Arab untuk melakukan ibadah sesuai dengan madzhab yang mereka anut.  Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.  Adapun lima permohonan yang disampaikan oleh Komite Hijaz, seperti ditulis di situs www.nu.or.id tersebut adalah:
  • Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Atas dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan mazhab tersebut di bidang Tasawuf, Aqidah maupun Fiqih ke dalam Negeri Hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, Imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha terkenal kebenarannya.
  • Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya berdasarkan firman Allah “Hanyalah orang yang meramaikan Masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah” dan firman Nya “Dan siapa yang lebih aniaya dari pada orang yang menghalang-halangi orang lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya.”
  • Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim Haji menganai tarif/ketentuan biaya yang harus diserahkan oleh Jamaah Haji kepada Syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah. Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tidak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.
  • Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
  • Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Komite Hijaz yang merupakan respons terhadap perkembangan Islam di dunia internasional ini menjadi faktor terpenting didirikannya organisasi NU. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah diterima oleh raja Ibnu Saud. Hasilnya, Makam Nabi Muhammad yang akan dibongkar pun tidak jadi dihancurkan.
 Selain itu, Sebelum Nahdhatul Ulama berdiri, desakan dari kalangan Muda Islam tradisionalis kepada K.H Hasyim Asy”ari untuk segera merestui pembentukan organisasi yang mengkoordinir kaum Islam Tradisionalis sebagai wadah inspirasi dan aspirasi golongan tersebut sudah mulai muncul namun K.H. Hasyim Asyari belum merestuinya. Embrio-embrio NU muncul ketika pada tahun 1916, kiai wahab mendirikan sebuah madrasah yang bernama Nahdhatull wathon (kebangkitan tanah air) DI Surabaya. Namun lama kelamaan madrasah tersebut menjadi markas penggemblengan para remaja, dari situ kemudian lahirlah sebutan jam’iyah Nasihin yang bertujuan untuk mendidik muridnya supaya menjadi pemimpin.
Pada awal tahun 1918, kiai wahab juga membentuk sebuah koperasi pedagang yang bernama Nahdhatut tujjar.
Tidak berhenti disitu perjuangan Kyai Wahab sebagai embrio Nahdhathul Ulama. Pada tahun 1919 berdiri madrasah yang bernama Taswhirul Affkar, yang bertujuan untuk menyediakan bagi anak-anak untuk mengaji dan belajar yang ditujukan sebagai “sayap” untuk membela kepentingan Islam Tradisionalis.

C. Lahirnya  NU

Jamiyah Nahdlatul Ulama didirikan di surabya pada tanggal 6 rojab 1344 H bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.
NU sebagai ormas terbesar di Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang berkiprah dalam membentuk organisasi tersebut diantaranya adalah:
KH Hasyim Asy’ari(1817-1947) Tebu Ireng Jombang,= pendiri NU & Rais Akbar
KH Bisri Syamsuri (1886-1980) Denayar, Jombang = A’wan & Rais Aam
KH Abdullah Wahab Chasbullah (1888-1971),Tambak Beras Jombang = Katib & Rais Aam
KH Abdul Chamid Faqih, Sedayu, Gresik = Pendiri & pengusul Nama NU.
KH Ridwan Abdullah 1884-1962, Surabaya = Pendiri & pencipta lambang NU
KH Abdullah Halim Leuwemunding- Cirebon = Pendiri NU
Abdul Aziz, Surabaya = pendiri NU & pencipta nama NU.
KH Ma’shum (1870-1972) Lasem = Pendiri NU
KH A Dachlan Achjad, Malang = Pendiri NU & Wakil Rais Pertama
kh Nachrowi Thahir (1901-1980), Malang = pendiri NU & A’wan Pertama
KH R Asnawi (1861-1959) Kudus = Pendiri NU & Mustasyar Pertama
Syekh Ganaim (tinggal di Surabaya berasal dari Mesir) = pendiri NU & Mustasyar Pertama
KH Abdullah Ubaid (1899-1938) Surabaya = pendiri NU dan A’wan Pertama.

selain itu juga ada beberapa tokoh terkenal yang menjadi tokoh belakang layar yaitu Syakhona KH Kholil Bangkalan yang notabennya sebagai Guru dari KH Hasyim Asy’ari dan KH As’ad yang menjadi saudara seperguruannya ketika menyantri di Pesantrenya KH Kholil Bangkalan Madura.

Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam menurut Faham Ahlu Sunnah wal Jamaah dan menganut salah satu madzhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat didalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia (AD NU Bab IV pasal 5).

Posisi dan Fungsi Ulama dalam NU Sebagaimana pada alenia 2 butir mukoddimah Khittoh NU di sebutkan : Nahdlatul Ulama sebagai jamiyah Diniyah adalah wadah bagi ulama dan pengiakut-pengikutnya yang didirikan pada 16 rojab 1344 H/31 Januari 1926 M, dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam berhaluan Ahlusunnah wal jamaah dan menganut salah satu madzhab empat masing-masing : Imam Abu Hanifah An Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, dan Imam Ahmad Bin Hambal, serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
Dasar – dasar faham keagamaan NU

• Sumber – sumber ajaran Islam diambil dari :
1. Al – Qur’an
2. Al – Hadist
3. Al Ijma’
4. Al Qiyas
• Menggunakan system bermadzhab :
a. Aqidah : Aswaja sebagaimana dipelopori oleh Imam Asy’ari dan Imam Maturidi
b. Fiqh : salah madzhab empat : Hanafi, maliki, Syafi’I dan Hambali
c. Tashawwuf : Imam Junaid Al Bagdadi, Imam Ghozali

D. Peran NU dalam mendirikan NKRI

Tidak diragukan lagi bahwa peranan NU dalam pembentukan NKRI sangat berperan aktif dalam pergerakannya. NU bukan hanya organisasi yang berbicara masalah keagamaan yang menjunjung nilai-nilai tradisionalis. Namun, NU juga berbicara mengenai motif Nasionalisme atau kemerdekaan atas Negara yang pada waktu itu dijajah oleh kolonial Belanda.
Sepeti yang telah dibahas dibagian sebelumnya, NU dalam lintasan sejarah secara tidak langsung mempersiapkan kekuatan untuk pengusiran penjajah di Nusantara, salah satunya Nahdhatul Wathan yang didirikan pada tahun 1916 oleh kyai Wahab Hasbullah, sebagai pondasi awal semangat nasionalisme. Pembentukan Nahdhatul Wathan ditujukan untuk menggarap para murid-muridnya untuk menanamkan rasa nasionalisme, jalur ini memang lebih cendrung berorientasi pendidikan.
Namun setelah organisasi yang bernama Nahdhatuhul Ulama ini terbentuk, nahdhathul Ulama dalam anggaran dasarnya tidak menyebutkan kemerdekaan sebagai salah satu tujuannya. Baru dikemudian hari, anti-kolonialisme diajarkan dan tertuang dalam buku-buku pegangan sekolah kaum tradisionalis. Bahkan Kiai HM dachlan menjelaskan bahwa perjuangan anti-penjajah merupakan asal usl Nahdhathul Ulama.
Akan tetapi, mengutip dari Choirul Anam, Nahdhatul Ulama, secara implicit bertujuan melawan Belanda. Empat tahun setelah berdirinya NU, yakni sekitar tahun 1930-an, dalam pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah yang didirikan oleh para kiai NU, diwajibkannya menyanyikan lagu kebangsaan setiap hari kamis setelah mata pelajaran selesai. Bukan hanya itu, tapi buku-buku yang dilarang dipelajari di sekolah-sekolah oleh penjajah, beredar di pesantren-pesantren serta madrasah-madrasah. Hal ini jelas bahwa Nahdhatul Ulama serius dalam pengusiran penjajah dengan menanamkan rasa Nasionalisme sebagai pondasi awal perlawanan terhadap Belanda.
Dalam bidang hukum khususnya pada urusan keagamaan umat Islam, Nahdhathul Ulama secara tegas untuk menolak intervensi dari  pemerintahan Belanda. Pada tahun 1931, masalah warisan ditarik dari wewenang Pengadilan Agama, artinya bahwa hukum adat yang kembali diberlakukan di Pulau jawa, Madura dan Kalimantan Selatan. Hal ini bukan semata-mata diberlakukannya hukum adat akan tetapi penggrogotan wewenang Pengadilan Agama yang merupakan lambang wewenang kaum muslimin yang menimbulkan rasa tidak senang tersebut.
Di massa-masa persiapan kemerdekaan, meskipun NU tidak melibatkan diri secara langsung dalam dunia politik, para pemimpin NU memperhatikan juga bentuk Negara Indonesia yang akan datang. Hal ini dipertegas dalam Muktamar XV pada tahun 1940, Muktamar ini sekaligus Muktamar terakhir pada masa Colonial Belanda, dalam muktamar tersebut berkesimpulan menunjuk Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai calon presiden yang pantas memimpin bangsa. Muktamar tersebut dihadiri oleh 11 tokoh NU yang dipimpin oleh Mahfudz Shidiq.
Selanjutnya, di masa proklamasi kemerdekaan,  berdebatan sengit mengenai bentuk Negara yang dimulai dari tahun 1920-an, akhirnya memuncak saat Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945. Sebenarnya bukan hanya bentuk Negara yang diperdebatkan, akan tetapi banyak hal lain yang diperdebatkan mengenai jati diri negar kedepannya, antara lain : mengenai batas wilayah, bentuk Negara, dan bentuk pemerintahan.
Yang pada akhirnya, di Bulan April 1945, dalam pidatonya, Soekarno meletakan dasar Negara dengan dasar 5 sila atau yang masyhur disebut dengan pancasila.   
Peranan NU dalam melegalkan pancasila ini tercermin dalam iskusi antara Soekarno, kiai Wahab Hasbullah, kiai Masykur dan kahar Muzakar yang berkesimpulan bahwa 5 sila tersebut representasi dari ajaran Islam. Akan tetapi titik tekan yang dilakukan oleh para pemimpin Islam tersebut lebih kepada persatuan Indonesia yang terdiri dari beberapa agama dan banyak suku bangsa yang tersebar luas di belahan nusantara.
Lagi-lagi, pancasila kembali menimbulkan diskursus dengan golongan Islam kanan dan golongan Nasionalis, hingga pada akhirnya Soekarno memanggil panitia 62 kemudian membentuk panitia kecil yang terdiri dari 9 orang yang akan membahas kompromi antara kaum Islam dan Nasionalis. Kyai Wahid Hasyim sebagai representasi dari golongan Islam tradisional atu NU, dalam rapat panitia tersebut membuahkan hasil dengan menambahkan acuan syariat Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab.
Tidak berhenti disitu perdebatan mengenai 5 sila tersebut, pada rapat selanjutnya, piagam Jakarta tersebut dipertanyakan kembali oleh tokoh Nasionalis dan Kristen. Latuharhari, dari protestan, melontarkan dengan tegas kekhawatirannya mengenai ditambahkannya syariat Islam dalam sila tersebut, yang berdampak pada perpecahan. Dari NU sendiri yang diwakili oleh Wahid Hayim mengusulkan agar Agama Negara adalah Islam, dengan jaminan bagi pemeluk lain untuk dapat beribadah menurut agamanya masing-masing.
Perdebatan sengit mengenai piagam jakarta ini, saat dua hari setelah jepang menyerah, yakni pada tanggal 17 Agustus malam, pada hari proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta, menerima kunjungan perwira jepang yang menyampaikan keberatan-keberatan penduduk di Indonesia Timur, yang tidak beragama Islam mengenai dimuatnya piagam Jakarta pada mukaddimah UUD, bila tidak diuabah, mereka lebih suka berdiri diluar republic Indonesia. Artinya mereka tidak akan bergabung dengan Indonesia dan perpecahan ini diakibatkan oleh piagam Jakarta pada muqadimahnya. Pada akhirnya pada tanggal 18 agustus Muhamad Hatta memanggil empat anggota panitia persiapan kemerdekaan yang diwakili oleh Islam. Antra lain yaitu: Ki Bagus Adi Kusumo, Kasman Singodimejo, Teuku Muhamad Hasan dan Wahid Hasim. Hasil rapat panitia tersebut berkat usulan Wahid Hasim yaitu mengenai digantinya syariat Islam dengan ke-Tuhan an yang maha esa.  Wahid Hasim sebgai representasi dari NU berperan penting atas Persatuan Bangsa Indonesia dengan kata lain beliau adalah pahlawan konstitusi Republik Indonesia yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, tanpa menghilangkan nilai-nilai Islam dalam piagan Jakrta tersebut.

*Penulis adalah : Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor,  Ketua Presidium Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Alumni Munda (JAM) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ketua Angkatan Muda Haji Indonesia (AMHI) Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Kepala Sekolah, Sekolah Menengah Kejuruan ((SMK) Al Badar YPPA Cipulus, Sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Al Hikamussalafiyah (YPPA) Cipulus Purwakarta..